Amlapura, Bali Tribune
Beroperasinya kembali seluruh galian C bodong di wilayah Kecamatan Selat, Rendang dan Bebandem, memantik protes perusahaan galian C berizin. Mereka melayangkan protes ke Pemkab Karangasem, Rabu (24/8).
“Kami menuntut aparat penegak hukum termasuk Pemprov Bali bertindak tegas dan tidak plin-plan terhadap puluhan usaha galian C bodong di Selat, Rendang dan Bebandem,” kata Wakil Ketua Asosiasi Galian C Pertiwi Agung, Kecamatan Kubu I Gede Ariana di sela-sela pertemuan dengan Pemkab Karangasem, yang dihadiri Ketua Asosiasi Galian C Karangasem, I Gusti Made Tusan, kemarin.
Pihaknya merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah, karena usaha galian C ilegal di tiga kecamatan itu, beroperasi kembali dengan bebas tanpa harus membayar pajak sepeser pun ke Pemkab Karangasem.
Ia minta kalau memang usaha galian C bodong itu ditutup, ya tutup saja, jangan diberikan beroperasi lagi. “Kalau seperti ini (diberikan beroperasi tanpa membayar pajak,red) kami selaku perusahaan galian C berizin sangat dirugikan,” ujar Ariana.
Terkait beroperasinya kembali seluruh galian C bodong di tiga kecamatan itu, pihaknya mendesak pemerintah memperketat pengawasan, dan betul-betul menegakkan aturan serta tidak tebang pilih. “Pemerintah harus tegas, seluruh truk galian C harus dialihkan mengambil pasir ke Kubu,” serunya.
Sekarang ini, kata dia, sejak galian C bodong di Rendang, Selat dan Bebandem diberikan beroperasi lagi, omzet pengusaha galian C berizin di Kubu menurun drastis, bahkan sepi. Pemicunya, kata dia, truk galian C yang awalnya mengambil pasir di Kubu beralih ke tiga kecamatan itu karena tidak dikenakan pajak.
“Penurunannya sangat drastis. Jika dulunya sehari ada 2.000 truk yang ambil pasir di Kubu, sekarang rata-rata per hari hanya 200 truk. Kalau begini kami menuntut keadilan, di sana tidak dikenakan pajak, ya kami juga tidak mau membayar pajak,” ujarnya geram.
Mengenai rencana pemerintah mengubah Perda RTRW soal ketinggian yang boleh digali, para pengusaha galian C berizin ini meminta agar Pemkab Karangasem dan Pemprov Bali mengkaji lebih jauh lagi rencana tersebut, mengingat perubahan Perda itu akan berdampak pada kerusakan lingkungan yang lebih parah lagi, termasuk pembabatan hutan lindung secara membabi buta untuk dijadikan lahan tambang pasir.
“Kalau Kecamatan Kubu sudah ditetapkan sebagai zona pertambangan pasir, ya ditetapkan di Kubu saja jangan sampai lereng Gunung Agung juga digali,” lontarnya.
Dalam pertemuan tersebut, pihak pengusaha galian C berizin juga menyindir pihak Gapensi yang menyebutkan proyek pisik tidak berjalan gara-gara kesulitan mendapatkan pasir jika galian C ilegal di Rendang, Selat dan Bebandem ditutup.
Menurut mereka itu sangat tidak beralasan. “Mereka (Gapensi,red) perlu berapa juta meter kubik pasir? Ayo ambil di Kubu,” ketus salah seorang pemilik perusahaan galian C berizin di Kubu.
Di pihak lain, Ketua Asosiasi Galian C Karangasem, I Gusti Made Tusan, dalam pertemuan tersebut mengingatkan para pengusaha galian C berizin di Karangasem untuk memperhatikan tonase yang diizinkan. “Soal Tonase maksimalnya kan 7 meter Kubik per truk, jangan sampai melebihi itu, karena selain jalan akan cepat rusak, masyarakat yang dilewati truk juga akan terganggu,” usul sesepuh Gapensi Karangasem ini.
Untuk pengawasan, I Gusti Made Tusan mengusulkan agar seluruh truk pengangkut material galian C diberikan tanda pembatas tonase pada bak truknya, atau diberikan lubang pada batas tonase untuk menghindari pengangkutan melebihi tonase.
Di pihak lain, Sekda Karangasem, I Gede Adnya Mulyadi, menjelaskan, mengenai perubahan Perda RTRW soal ketinggian yang boleh digali, itu memerlukan proses panjang bahkan hingga belasan tahun. Itupun kalau hasil kajiannya memungkinkan untuk diamendemen lantaran harus melibatkan ahli dari berbagai disiplin ilmu.