BALI TRIBUNE - Baru beberapa hari bersekolah, I Nengah Dodi (12) siswa pengungsi asal Banjar Alas Ngandang, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Karangasem harus tergolek lemas di ruang Nusa Indah RSUD Bangli. Pasalnya, siswa kelas VI mengalami patah tangan kiri setelah jatuh saat bermain sepak bola di sekolah SDN 2 Tiga, Susut, tempatnya bersekolah selama berada di pengungsian, Sabtu (30/9) sekiatar pukul 11.00 wita. Akhirnya siswa asal SD 3 Pempetan ini langsung dilarikan ke RSUD Bangli oleh pihak guru di SD 2 Tiga, Susut.
Kepala SDN 2 Tiga Wayan Budakari saat dikonfirmasi, membenarkan salah seorang siswa pengungsi mengalami kecelakaan saat bermain bola di halaman belakang sekolah. “Siswa bersangkutan langsung kami bawa ke RSUD Bangli, dan kini masih menjalani rawat inap,” ujar Wayan Budakari, Senin ( 2/10).
Paparnya, kejadian berawal pihak sekolah melaksanakan kegiatan menata kelas. Setelah selesai kegiatan itu, para siswa diistirahatkan. Waktu istirahata digunakan sekelompok siswa kelas VI bermain bola di areal belakang sekolah. “Kami baru tahu setelah salah seorang siswa kelas VI menyampaikan kalau ada seorang siswa jatuh,” jelasnya. Begitu mendapat laporan pihaknya langsung menuju lokasi tempat bermain bola, dan tiba di sana sudah menemukan korban dalam keadaan menangis dan mengaku tangan kirinya sakit serta tidak bias digerakkan. “Karena khawatir, pihak guru langsung membawa korban ke RSUD Bangli menggunakan mobil milik salah seorang guru di sini,” sebutnya.
Dari keterangan siswa yang ikut bermain bola dengan korban, diketahui korban terjatuh sendiri saat mengejar bola. “Saat lari itu korban sempat menginjak bola dan langsung terjatuh,” sebut Wayan Budakari seraya menambahkan selama menjalani rawat inap, para guru sempat menjenguk korban di RSUD Bangli.
Ditemui di ruang Nusa Indah RSUD Bangli, I Nengah Dody terbaring lemas di atas bed dengan kondisi tangan kiri digips dan jarum infuse masih menempel di tangan kananya. Selama menjalani rawat inap korban dijaga oleh kedua orangtuanya, Nengah Sudira (35) dan Ni wayan Suri (25).
Menurut Nengah Sudira selama mengungsi tinggal di Bale Masyarakat Kayuambua dan untuk sekolah anaknya yang kedua di SD 2 Tiga yang jaraknya tidak begitu jauh dengan tempat pengungsian. Dia mengaku baru tahu anaknya jatuh, setelah dihubungi oleh pihak sekolah. Dari keterangan para guru dan siswa yang ikut bermain bola, dikatakan kalau ankanya jatuh saat mengejar bola. “Apa yang menimpa anak ini saya anggap sebagai sebuah musibah,” jelasnya diamini istrinya Ni wayan Suri.
Terkait kondisi anaknya, kata Sudira sudah mulai membaik pasca tanganya yang patah di gips. “Sebelum digips bisa seharian menangis karena tidak kuat menahan sakit,” jelasnya . Dia mengaku untuk biaya perawatan anaknya di RSUD Bangli hanya mengandalkan dari Kartu Indoneseia Sehata (KIS).
Wadir Pelayanan RSUD Bangli Ketut Darmaja mengatakan pasca tangan kiri pasien digips proses selanjutnya adalah masa evaluasi selama 1 sampai 2 hari. Jika sampai terjadi pembengkakan maka akan kembali diambil tindakan. Dia menambahkan, untuk segala biaya perawatan di RSUD Bangli pasien menggunakan kartu KIS.
Sementara itu, jumlah pengungsi yang meninggal dunia terus bertambah. Sebelumnya dua orang pengungsi yang sempat menjalani perawat di RSUD Bangli meninggal dunia, kini giliran Made Sridana (54) pengungsi asal Banjar Putung, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Karangasem yang tinggal di posko pengungsian Banjar Dadem, Desa Peninjoan, Tembuku Bangli menghembuskan nafas terakhirnya di RSUD Bangli, Senin (2/10) sekitar pukul 00.30 wita dini hari.
Wadir Pelayanan, Ketut Darmaja mengungkapkan, korban masuk ke RSUD Bangli, Minggu (24/9), dengan keluhan batuk, sesak dan kaki odema. Korban selama menjalani rawat inap ditangani langsung oleh dokter jantung dan dokter interna. Bahkan korban sempat mendapat tranfusi darah 7 kolf. “Dari hasil diagnose, korban menderita akut decompensated heart failure atau gagal jantung akut,” ujar Darmaja.
Kata Darmaja lagi, jenazah sudah diantar ke rumah duka menggunakan mobil ambulace RSUD Bangli. “Kebanyakan pasien yang menjalani rawat inap tergolong lanjut usia dan merupakan sakit bawaan,” sebutnya.