Amlapura, Bali Tribune
Teriris rasanya hati melihat betapa gigihnya perjuangan anak-anak dari Dusun Jatituhu, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem. Betapa tidak, untuk mengenyam pendidikan tingkat sekolah dasar saja, mereka harus naik turun lereng Gunung Agung sejauh sekitar 7 kilometer dari dusunnya ke Desa Ban, dimana SD 7 berada.
Cukup banyak memang, anak-anak Dusun Jatituhu belajar di SD 7 Desa Ban. Setiap pagi puluhan anak-anak itu dengan riang menyusuri lereng gunung, tanpa memikirkan bahaya mengancam karena jika saja terpeleset, akan jatuh ke jurang. Jarak tempuh dari Dusun Jatituhu ke SD 7 Ban selama 2 jam. Ini artinya, jika jam belajar mengajar dimulai pukul 07.30 Wita, maka bisa dibayangkan jam berapa mereka mesti berangkat sekolah.
Perjuangan anak-anak Jatituhu berjalan kaki berkilo-kilo meter ini sesungguhnya telah terjadi bertahun-tahun lalu. Pemicunya, jalan yang menghubungkan dusun mereka ke Desa Ban rusak parah sehingga Dusun Jatituhu menjadi terisolir. Jangankan sepeda motor, sepeda ontel saja tidak bisa lewat lantaran parahnya kerusakan.
Kadus Jatituhu, I Wayan Sumera, kepada wartawan Rabu (20/7) menjelaskan, sebelumnya memang puluhan siswa di desanya sempat belajar di balai banjar dusun setempat, yang merupakan sekolah filial (kelas jauh) yang didirikan Yayasan Ekotorin. Karena banyaknya anak-anak yang menempuh pelajaran melalui kelas jauh ini, Wayan Sumera sempat mengusulkan ke pemerintah agar mendirikan SD dan SMP di dusunnya.
“Kami berharap pemerintah mau mendirikan sekolah SD dan SMP di sini mengingat jumlah anak sekolah di Dusun Jatituhu, dan dari dusun lainnya yang berdekatan cukup banyak. Kalau dihitung-hitung jumlah Kepala Keluarga (KK) melebihi 300 KK,” ujar Sumera yang menambahkan, waktu itu memang ada rencana mendirikan sekolah negeri, tapi pihak Ekotorin tidak setuju.
Akhirnya, kata Sumera, kelas jarak jauh pun ditutup, sementara seluruh siswa yang ada diarahkan untuk belajar di SD 7 Ban yang berada di Dusun Temakung. Sejak itulah, kata Sumera, banyak kejadian yang menimpa siswa di dusunnya.
“Ada siswa yang terjatuh dan mengalami luka-luka saat berangkat ke sekolah menuruni bukit, terpeleset dan terguling ke jurang, bahkan anak saya Nengah Sadarana sampai patah tulang dan luka-luka karena tergelincir dan jatuh ke jurang saat berangkat ke sekolah SMP satu atap di Temakung,” imbuhnya.
Selain mengalami luka-luka, sejumlah anak juga ada yang menderita luka bakar, di mana saat mereka berangkat ke sekolah membawa obor, anak tersebut terjatuh dan api obor mengenai tubuh mereka. Maklum karena sekolah mereka jauh, para siswa di dusun ini harus berangkat ke sekolah di pagi buta, dan untuk penerangan jalan mereka membawa oncor atau obor.
Sebenarnya, kata Sumera, jika saja akses jalan dari Dusun Darmaji, Dusun Jatituhu dan dusun lainnya menuju Temakung dan pusat Desa Ban diperbaiki atau diaspal, hal tersebut tidak akan menimpa para siswa dari dusunnya. Sebab mereka bisa berangkat ke sekolah menggunakan sepeda ontel atau diantar menggunakan sepeda motor oleh orangtuanya.
Untuk itu pihaknya berharap ada perhatian dari Pemkab Karangasem atau Pemprov Bali terkait kondisi yang dialami warganya yang tinggal di daerah terpencil, yang seolah-olah dilupakan.