Denpasar, Bali Tribune
Laporan Ketua Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Adi Nugroho, tentang masih terdapat sekitar 1.600 warga yang tergolong sangat miskin di Bali dan tinggal di rumah tidak layak huni, ditanggapi Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, dengan mengajak bupati dan walikota di Bali bersinergi dan bekerja sama menuntaskan masalah itu dengan membangunkan rumah layak huni untuk mereka yang membutuhkan.
Hal itu disampaikan Pastika saat memimpin Rapat Kerja Evaluasi Program Pembangunan Semester I tahun 2016 bersama para bupati/walikota, instansi vertikal, Anggota Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Prov Bali serta pimpinan SKPD pemprov Bali di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Rabu (27/7). Pastika mengajak segenap elemen di pemerintahan untuk fokus mengentaskan kemiskinan di Bali terutama dalam menyediakan rumah layak huni serta lapangan kerja. Ditambahkannya, anggaran bedah rumah sebanyak 1.000 unit pada Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Provinsi Bali di Tahun 2017, jadi masih tersisa 600 unit itu bisa dikerjakan oleh kabupaten/kota setempat.
“Saya ajak anda semua bersama kerjakan bedah rumah ini. Tahun ini kami sudah anggarkan Rp300 miliar untuk 1.000 unit bedah rumah, 600 unit anda bisa kerjakan. Silahkan pilih mana yang mau anda kerjakan, biar sisanya pemprov yang kerjakan. Setidaknya saya ambisius 2017 tuntas atau jika bisa lebih cepat tahun ini kita tuntaskan dengan bantuan CSR juga,” ujarnya. Pastika juga mengapresiasi BPS Bali yang telah menyediakan data-data tentang kemiskinan di Bali. Sebelumnya dia mengakui sempat kesal dengan instansi tersebut karena terkesan menutupi data, padahal data-data tersebut sudah rampung bulan Mei tahun lalu.
“Jika saja tahun lalu sudah kita dapatkan data itu atau paling lambat awal tahun ini, saya yakin angka kemiskinan kita sekarang semakin kecil, atau bahkan bisa paling rendah mengalahkan DKI Jakarta,” imbuh Pastika. Dia berharap ke depan koordinasi lintas instansi yang juga melibatkan bupati/walikota lebih diintensifkan lagi, karena bagaimanapun tujuan pemerintah adalah untuk mensejahterakan rakyat.
Selain itu, Pastika juga menyampaikan bahwa pertemuan pada pagi itu bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pencapaian program serta mengevaluasinya, sehingga dalam sisa waktu yang ada pada semester kedua tahun ini semua program dapat diakselerasi pelaksanaannya serta bisa mencarikan solusi setiap permasalahan yang dihadapi.
Dia juga sekali lagi menekankan, sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, Gubernur berwenang mengkoordinasikan segenap instansi vertikal dan juga kepala daerah untuk segera mengakselerasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Bali. Dalam kesempatan itu, Gubernur juga berharap melalui rapat ini bisa didapatkan titik temu untuk memantapkan program pembangunan yang inovatif serta tercapainya sinergitas program antar semua instansi. Sebelumnya, Kepala BPS Bali Adi Nugroho sempat membeberkan data angka kemiskinan yang diminta oleh Gubernur Pastika. Mengacu pada data bulan Mei tahun 2015, saat ini di Bali terdapat sekitar 1.680 warga miskin yang tersebar di seluruh Bali dan tinggal di rumah yang tidak layak huni.
Menurutnya ada berbagai indikator yang dijadikan acuan seorang warga dikatakan tinggal di rumah yang tidak layak huni seperti luas rumah, atap dan tembok yang masih menggunakan daun dan bambu serta lantai dari tanah liat. Selain itu diukur juga dari ketersediaan sanitasi dan sumber air bersih untuk keluarganya. Pendataan oleh BPS sendiri dijelaskannya tidak menggunakan sistem random namun menggunakan sistem by name by addres, jadi tingkat keakuratannya sangat tinggi. Untuk keberadaan rumah tidak layak huni, saat ini Kabupaten Karangasem menepati posisi pertama terbanyak dengan 568 unit, Kabupaten Badung masih ditemukan 1 unit rumah yang perlu dibedah sedangkan untuk Kota Denpasar tidak ada. Jadi dia menambahkan, bagi pemerintah daerah yang ingin lebih fokus menyalurkan bantuan bagi warga kurang mampu, bisa menggunakan data BPS sebagai acuan.
Bupati dan Walikota yang hadir dalam pertemuan tersebut sangat mengapresiasi penjabaran data kemiskinan oleh BPS. Menurut mereka data-data tersebut akan digunakan acuan untuk menuntaskan kemiskinan di daerah masing-masing. Selama ini rata-rata diakui bahwa validitas data menjadi hambatan program pengentasan kemiskinan. Seperti yang diungkapkan oleh wakil bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, banyak kepala desa yang tidak melaporkan data kemiskinan dengan valid. Dia menyampaikan hal itu kemungkinan disebabkan oleh alasan politik di desanya. Jadi dengan keterbukaan data ini dia menyampaikan semangatnya untuk menuntaskan kemiskinan di daerahnya. Rata-rata Bupati dan walikota juga setuju untuk memantapkan sinergitas dalam mempercepat pembangunan di Bali.
Pada kesempatan itu juga dilakukan pemaparan oleh Kepala Bappeda Prov Bali I Putu Astawa dan Kepala Biro Ekonomi dan Pembangunan Gede Suarjana. Putu Astawa memaparkan bahwa tahun ini pertumbuhan ekonomi Bali cukup menggembirakan di angka 6,04 persen jauh melebihi rata-rata nasional yang hanya 4,92 persen. Selain itu untuk tingkat inflasi juga masih berada di bawah rata-rata nasional yaitu hanya 2,75 persen dari 4,92 persen. Satu lagi menurutnya kabar kembira adalah kembalinya Bali menduduki peringkat kedua dengan angka kemiskinan terendah nasional setelah DKI Jakarta yaitu sebesar 4,25 persen yang sebelumnya berada di angka 5,25 persen di mana angka itu telah menempatkan Bali di posisi ke empat tahun lalu.
Putu Astawa juga menambahkan pencapaian pemprov Bali berupa opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK RI sebanyak tiga kali berturut-turut juga menjadi prestasi tersendiri. Untuk ke depan dia berharap pencapaian itu tidak menurun namun sebaliknya terus meningkat seiring dengan semakin dimantapkannya koordinasi oleh pemerintah kabupaten/kota serta instansi vertikal di Bali. Sementara itu Gede Suarjana memaparkan, capaian realisasi APBD tahun 2016 untuk semseter pertama masih cukup rendah, yaitu realisasi fisik sebesar 45,77 persen dan realisasi keuangan hanya 2,57 persen. Pencapaian itu memang masih belum terpenuhi dari target yang telah dirancang, dikarenakan kurang disiplinnya SKPD/PPTK dalam mengeksekusi rencana program yang telah mereka rancang.