Dianggap Mahal, Retribusi Sampah Tuai Keluhan | Bali Tribune
Diposting : 8 December 2016 10:20
I Wayan Sudarsana - Bali Tribune
Motor cikar (moci) untuk mengangkut sampah yang dibagikan kepada masing-masing banjar di Kota Denpasar. (nanda)

Denpasar, Bali Tribune

Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar mulai memberlakukan Perwali Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Sampah. Pascaberlakunya Perwali ini, sebanyak 40 motor cikar (moci) roda tiga telah dibagikan pada kelurahan se-Denpasar untuk menerapkan sistem swakelola sampah di tingkat banjar.

Namun, sistem swakelola ini mulai menuai keluhan dari masyarakat. Terutama karena retribusi yang dianggap terlalu mahal. Pasalnya, setiap bulan warga harus membayar hingga Rp50 ribu untuk kategori rumah tangga. Bahkan tarifnya bisa jauh lebih tinggi tergantung volume sampah yang dihasilkan.

“Tiap bulan saya dikenakan tarif Rp50 ribu. Tetangga-tetangga juga mengeluhkan yang sama. Padahal ada yang pakai gerobak hanya bayar Rp15 ribu. Ini kok jadi mahal sekali,” ungkap salah seorang warga bernama Wayan tinggal di wilayah Desa Sumerta Kaja.

Terkait keluhan warga ini, Kepala Bidang Kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Denpasar, Ketut Adi Wiguna, menjelaskan, tarif angkut sampah per bulan ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah atau paruman banjar masing-masing.

 “Standar tarifnya Rp30 ribu per bulan. Tarif ini untuk kategori sampah rumah tangga. Besaran tarif itu, selalu berdasarkan kesepakatan banjar,” jelasnya, Rabu (07/12/2016). Karena itu, tarifnya pun berbeda-beda setiap banjar. Semakin banyak volume sampahnya, tentu tarifnya menyesuaikan.

Penyesuaian tarif juga berlaku untuk rumah tangga yang memiliki warung atau toko. Sebab, secara otomatis volume sampahnya semakin besar. “Beda lagi ketika volume sampahnya cukup tinggi, semisal pemilik toko atau warung bisa dikenakan antara Rp50 ribu sampai Rp75 ribu,” jelasnya.

Untuk tidak menimbulkan polemik, pihaknya meminta kepada warga untuk bertanya langsung kepada kelihan banjar atau lurah setempat terkait tarif. Seperti diketahui, Pemkot Denpasar melalui DKP telah menelorkan sebuah perwali baru tentang pengelolaan sampah, yakni Perwali nomor 11 Tahun 2016.

Perwali ini mempertegas tugas pokok dan fungsi DKP, lurah, kepala desa, kepala dusun, hingga kepala lingkungan terkait pengelolaan sampah. Sejak diberlakukan perwali ini, warga Kota Denpasar dilarang menaruh sampah di depan rumah, telajakan, pinggir jalan dan di atas trotoar.

Warga diwajibkan membuang sampah secara mandiri ke tempat pembuangan sampah sementara atau ikut program swakelola sampah di banjar, desa atau kelurahan terdekat. Yang melanggar, akan kena sanksi sesuai Perda 3 Tahun 2015 yakni denda maksimal Rp50 juta atau kurungan penjara 3 bulan.

Dengan Perwali ini, kaling, kadus maupun lurah mempunyai tugas tambahan membentuk kelompok swakelola sampah yang tugasnya mengangkut sampah dari sumber sampah ke TPSS (tempat pembuangan sampah sementara, red) dengan kendaraan roda tiga atau gerobak.*