BALI TRIBUNE - Terwujudnya ASEAN Conectivity pada tahun 2025 menjadi salah satu agenda yang dibahas dalam pertemuan Asean Federation of Forwarders Associations (AFFA) ke 27 di Kuta. Selain itu, beberapa hal penting yang menjadi fokus dalam pertemuan kali ini antaranya soal pendidikan, multi moda, freight fasility, savety dan security.
“Empat pilar ini yang menjadi pondasi dalam membangun ASEAN Conectivity di antara sepuluh asosiasi dari masing masing negara,” ujar Ketua AFFA, Yuki Nugrahawan, usai pembukaan pertemuan tersebut di Trans Hotel, Seminyak, Badung, Sabtu (25/11). Ia menyebutkan, persoalan yang dihadapi Indonesia saat ini yaitu masih tingginya biaya pengiriman yang mesti ditanggung.
Padahal saat ini Indonesia adalah bagian dari ASEAN, kekuatan ekonomi nomor tiga di Asia dan nomor 7 di dunia.”Menghadapi persoalan ini kita akan meningkatkan daya saing. Apalagi kalau kita lihat di Bali nilai ekspornya cukup lumayan tentu dibutuhkan biaya pengiriman yang efisien,” kata Yuki yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) ini.
Dengan efisiennya biaya pengiriman diakui Yuki yang diuntungkan sektor UKM. Apalagi saat ini perintah tengah gencar gencarnya membangun infrastruktur, otomatis akan menurunkan biaya logistik. “Tapi harus diingat tidak cukup hanya dengan membangun infrastruktur. Masalah regulasi, harmonisasi juga harus diperhatikan,” ujarnya.
Bahkan, pihaknya saat ini juga tengah mendorong SmartPort yang merupakan bagian dari efisiensi menekan biaya pengiriman. Apalagi, dikatakan Yuki, sekarang eranya sudah era digital. Jadi baik itu transportasi darat, laut, dan udara mesti didukung digitalisasi dalam upaya mewujudkan biaya pengiriman yang efisien.
Yuki optimis dengan adanya dukungan dari berbagai pihak ia meyakinkan bisa mencapai posisi 23, 7 persen di tahun 2017, pastinya. “Artinya dengan segala macam terobosan proyeksi di tahun 2019 bisa mencapai posisi 21 persen,” ucapnya. Bahkan ia berpendapat jika harmonisasi bisa berjalan lancar didukung dengan pembangunan infrastruktur niscaya angka 21 persen bisa diraih.
“Jangan dibayangkan basis produksi itu industri besar tapi industri UKM itu juga termasuk yang besar dan ini punya potensi yang luar biasa. Apalagi kalau bicara Bali, 150 penerbangan per minggu, dan ini luar biasa,” sebutnya. Basis produksi Bali yaitu kerajinan yang masih mendominasi. “Yang penting bagaimana mendorong daya saing bisa lebih baik,” tutupnya.