Pemkot Kurang Sosialisasi | Bali Tribune
Bali Tribune, Kamis 28 November 2024
Diposting : 2 July 2016 09:43
I Wayan Sudarsana - Bali Tribune
Sampah
Sejumlah warga masih menaruh sampah di pinggir jalan, padahal Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar sudah melarang hal tersebut mulai Jumat (1/7).

Denpasar, Bali Tribune

Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar mulai menerapkan Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Sampah di Denpasar. Dengan diterapkannya Perwali ini, maka masyarakat Kota Denpasar dilarang menaruh sampah di depan rumah, telajakan, pinggir jalan dan di atas trotoar, mulai Jumat (1/7).

Namun sayang, penerapan Perwali ini tampaknya belum berjalan secara optimal. Pada hari pertama penerapan Perwali ini, masih banyak ditemui sampah-sampah yang berserakaan di trotoar maupun depan rumah warga. Banyak warga kota Denpasar yang masih menaruh sampah hasil kegiatan rumah tangga mereka di depan rumah, telajakan, ataupun di pinggir jalan dengan alasan karena belum mengetahui adanya Perwali No 11 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Sampah tersebut.

“Terus terang tiang (saya,-red) ndak tahu kalau sudah ada Perwali itu. Sosialisasi juga belum ada, kapan berlakunya juga terus terang tiang belum tahu. Jadi masih seperti biasa saja. Harusnya disosialisasikan dulu,” kata salah satu warga, Gede Dibya.

Karena belum mengetahui pasti terkait Perwali itu, pihaknya mengaku masih tetap menaruh sampah di pinggir jalan, seperti yang sudah berlangsung sebelumnya. “Seperti biasa tiang taruh sampah di depan (rumah,-red). Nanti kan diangkut sama truk DKP,” katanya.

Sementara itu, warga lainnya Ngurah Eka mengaku sudah mendapat informasi terkait Perwali tentang pengelolaan sampah tersebut. Hanya saja, informasi itu baru sebatas diperoleh dari internet dan facebook. “Informasinya sih dilarang taruh di trotoar, dan depan rumah. Tapi itu baru informasi saja,” kata Ngurah Eka.

Akibat belum jelasnya penerapan Perwali tersebut, pihaknya masih tetap menaruh sampah di Depan rumah seperti biasanya. Selain itu, Ngurah Eka juga mengaku belum bisa mengikuti aturan baru tersebut, lantaran belum tersedianya sarana dan prasarana seperti Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) dan sarana lainnya di masing-masing Desa. Kalaupun ada, jumlahnya masih minim.

“Pada Perwali itu kalau tidak salah diwajibkan agar warga membuang sampah secara mandiri di TPSS atau mengikuti program swakelola sampah di Banjar, Desa atau Kelurahan. Tapi masalahnya TPSS-nya belum ada. Kalaupun ada jumlahnya masih sedikit dan tidak bisa menampung semua sampah yang dihasilkan warga. Kalau di Bank Sampah juga tidak bisa menampung semua jenis sampah. Nah ini perlu dipikirkan dulu, intinya disosialisasikan dulu dan disiapkan sarana prasarananya baru diterapkan,” katanya.

Kepala DKP Ketut Wisada, belum bisa dimintai keterangan terkait penerapan Perwali tersebut. Saat dikonfirmasi melalui saluran telephone pribadi, ternyata yang bersangkutan tidak mengangkat telephone. Sebelumnya, Ketut Wisada menjelaskan, berdasarkan Perwali 11 Tahun 2016, memang ada larangan bagi masyarakat Kota Denpasar menaruh sampah di depan rumah, telajakan, pinggir jalan dan di atas trotoar, mulai Jumat (1/7).

Menurut Wisada, dengan diberlakukannya Perwali ini, masyarakat diwajibkan membuang sampah secara mandiri ke tempat pembuangan sampah sementara atau ikut program swakelola sampah di Banjar, Desa atau Kelurahan terdekat. Bagi warga masyarakat yang melanggar Perwali ini bisa dikenakan sanksi sesuai Perda 3 Tahun 2015 tentang kebersihan. Tak main-main, denda yang diberikan maksimal hingga Rp 50 Juta atau kurungan penjara 3 bulan.

“Saat ini kita masih dalam tahap sosialisasi, sekaligus mengedukasi masyarakat tentang pengelolaan sampah yang lebih baik di Kota Denpasar. Masyarakat yang jauh dari Depo diharapkan ikut program swakelola sampah, bagi yang dekat Depo diharapkan membuang langsung,” jelasnya.

Selain mengatur tentang larangan masyarakat menaruh sampah di depan rumah, telajakan, pinggir jalan dan di atas trotoar, dalam Perwali ini juga berisikan tentang penambahan tugas bagi Kaling, Kadus maupun Lurah dalam penangangan sampah.

Para Kaling, Kadus dan Lurah mempunyai tugas tambahan untuk membentuk kelompok swakelola sampah yang mengangkat dan mengangkut sampah dari sumber sampah ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) dengan kendaraan roda 3 atau gerobak. Selanjutnya dari TPSS ke TPA, DKP yang punya tanggungjawab.

Diakui Wisada, bahwa diperlukan daya dukung berupa sarana prasarana yang kuat ketika Perwali ini berlaku. Terutama untuk pengadaan kendaraan roda 3 di masing-masing Desa/Lurah. “Kami akan berikan 40 Moci (motor cikar,-red) untuk Lurah, sedangkan Desa mereka sudah ada anggaran sehingga disiapkan sendiri,” jelasnya.

Selain moci, DKP juga mengganggarkan pengadaan 5 truk ranger berkapasitas 16 liter kubik sampah, serta 25 kontainer berkapasitas 6 meter kubik sampah dengan kisaran anggaran mencapai Rp40 milyar lebih. “Sudah masuk dalam anggaran perubahan. Walikota pun minta supaya program ini dikawal,” terangnya.

Wisada yakin, penambahan armada ini akan mampu mengatasi permasalahan sampah di Denpasar yang per harinya volumenya mencapai 3.200 meter kubik. Namun sayangnya, sarana dan prasana penunjang tersebut belum ada sepenuhnya. “Sambil sosialisasi, kita siapkan sarana prasarananya. Tahun 2017 kita harapkan semua jalan normal dan lancar,” ujarnya